Riwayat mbah ikrom, pendiri wringinrejo oleh Martini Anggraini
Desa wringinrejo adaalah salah satu desa dari 6 Desa yang berada di Kecamatan Gambiran Banyuwangi. Desa yang mempunyai luas 584,874 hektace ini, dapat dirempuh dengan perjalanan sekitar 1,5 jam dari pusat koca Banyuwangi. Desa ini berbatasan langsung dengan empat desa lainnya. Di Genteng. Sebelah timurnya, ada Desa Tamanagung, Kecamatan during. Sedangkan Desa Yosomulyo, Kecamacan Gambiran, berada di sebelah selaiannya. Dan, sebelah barat berbatasan dengan ; Desa Genteng Wetan, Kecamaran Genteng.
Penduduk desa yang niencapai 1.971 kepala keluarga tersebar di enam dusun. Yaknt, Dusun Mulyorcjo, Dusun Krajan, Dusun Sebagaimana desa di Banyuwangi, Wringinrejo termasuk desa agraris dimana sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Daii 6.718 jiwa penduduknya, sebanyak 2.433 jiwa di antaranya bekerja di sawah. Sedangkan sisanya, ada yang bekerja di sektor perdagangan, industri besar maupun kecil, serta pegawai negeri sipil.
Asal Mula Wringinrejo
Desa ini muncul sekitar tahun 1904. Sebelum menjadi desa sendiri, Wringinrejo dulunya masih menjadi bagian Desa Kembiiican. Sejarah Wringinrejo tidak bis a dilepaskan dari nama Mbah Ikrom. Tokoh ini dipercaya kuat sebagai pembabat alas penama hingga Wringinrejo kini ramai dihuni orang. Riwayar Mbah Ikrom masih bisa kica simak dari Ali Abdullab, bersama keluarganya di Desa Kembiritan, Kecamatan Genreng. Ali Abdullah, rnenuturkan, pada awal tahun 1890 telah datang seseorang yang bernama Mbah Mulyo, asal dari Pendukuhan Genengan, Rembang, JawaTengah.(tekun dan tegas dalam menghadapi persoalan. Setelali menunaikan ibadah Haji, nama Mbah Mulyo diganti menjadi KH. Mohammad Ikrom. la menikahi Sabinah atau Safinah, anak Adipati Sumenep Raden Sujamar.
Mbah Ikrom merupakan kecurunan Raden Jayanmartosuro yang telah memberanikan diri melawan belanda, ternyata dalam usahanya itu Jayanmartosuro mengaalami kekalahan. Akibatnya Belanda melarang Raden Jayanmarcosuro beserta seluruh keturunannya melakukan kegiatan apapun seperti mengajaar di Musola , berdagang dll.
Hal inilah yang membuat Mbah Ikrom kemudian memutuskan untuk meninggalkan kampungnya dan mencati daerah lain untuk menyebarkan Islam. Dia pergi ke Banyuwangi, dan tiba pertama kali di Desa Padang, Kecamatan Smgajuruh. Mbah Ikrom tidak pergi sendirian. Beliau bersama sejawatnya, bernama Agung Salim.
untuk menghidupi diri mulaa-mula mereka bekerja mencari rumput untuk makaanaan kuda .
Beberapa tahun kemudian, Mbah Ikrom pindah ke Dusun klten kecamatan Rogojampi. Disini ia mulai mengajarkaan Islam kepada penduduk sekitar. Bahkan santri-.santrinya berdatangan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Suatu ketika, Mbah Ikrom mengajak salah satu santrinya, mengajar Agama Islam. Meieka berjalan kaki ke arah barat kemudian sampailah di hutan Kopen Lumbar, di tepi sungai yang berbatasan dengan Desa Kembiritan. Mbah Ikrom merasa tempat ini sangat cocok sebagai tempat mengajar sekaligus sebaagai tempat hidup anak cucunya.
Setelah mendapat restu dari Belanda, Mbah Ikrom beserta santrinya membaabat hutan kopen lumbar sekitar tahun 1894. Setelah itu, dibangunlah tempat sederhana untuk berrnukim sekaligus tempat pengajian dan berdakwah.
Namun lama-kelamaan tempat yang didirikan Mbah llcrom tidak mampu lagi menampung para santri yang jumlahnya semakin banyak. Para santri akhirnya membuat gubuk gubuk kecil sebagai tempar istirahat bahkan untuk bermalam di sebelah rumah Mbah Ikrom yang ditumbuhi pohon beringin. Keberadaan gubuk-gubuk di bawah pohon beringin semakin lama juga semakin ramai. Dari sinilah kemudian, Mbah Ikrom menamai daerah yang baru dihuninya ini dengan sebutan Wringinrejo.
Wringin berasal dari pohon beringin sedangkan rejo berarti ramai. Karena ilmu agamanya itu Mbah ikrom menjadi sangaat disegani dan dihormati baik di kalangan tokoh masyarakat pribumi maupun pembesar Belanda. Bahkan beliau sering kedatangan tamu dari luar Banyuwangi. Mereka biasanya meminca doa untuk berbagai macam kebutuhan atau kepentingan.
Menjelang pemilihan petinggi desa atau kepala Desa Kembiritan tahun 1901, Mbah Ikrom kembali meminta kepada Belanda supaya Desa Wringinrejo dapat berdiri sendiri. Permintaan itu dikabulkan. Tiga tahun kemudian, tepatnya pada 1904, Desa Wringinrejo sudah dipimpin oleh lurah sendiri. Berikut ini nama-nama kepala desa yang pernah memimpin Wringinrejo:
- MohammadTalban (1914)
- Sya’dan(19l4)
- Sororejo (1915-1927)
- MangunTaruno (1927-1942)
- joikromo (1942-1950)
- Baderi(1950)
- Djahuri Singodimeja (1951-1989)
- Fatchurraehman (1989-1998)
- Agusto (1998-2006)
- Bambang Hidayat (2006-2007)
- Agusto (2007)
Mbah Ikrom memnggal pada hari Jumat, bulan haji, tahun 1927. Makamnya terletak di sebelah masjid di tengah desa. Untuk mengabadikan nama Mbak Ikrom, masjid ini diberi nama Al-Ikrom. Masjid inilah yang dipercaya menjadi tempat di mana pohon beringin tumbuh. Hingga kini, wafatnya Mbah Ikrom selalu diperingati oleh penduduk Wringinrejo.
Tradisi dan Pantangan
Berbagai tradisi yang dilaksanakan warga Desa Wringinrejo saat ini, juga berkaitan erat dengan apa yang telah dilakukan Mbah Ikrom semasa hidupnya. Sebut saja tradisi selamatan desa saat bulan Syuro dan baritan. Selain itu, warga juga pantang menggelar berbagai hiburan yang menyertakan alat musik gong.
Pantangan ini bermula dari seorang penduduk bernama wiryo minco yang mengadakan pertunjukkan wayang kulit dengan membunyikan gong. Tepat pada pukul 12 siang, semua orang baik pemain gamelan, tuan rumah dan seluruh penoncon tidak sadarkan diri. Berita tersebut sampailah di telinga para santri dan mereka langsung melapor ke Mbah Ikrom.
Di tengah perjalanan, Mbah Ikrom dihadang oleh kabut. Kemudian, Mbah Ikrom meminta santri yang melapor untuk mengumandangkan azan ke empat arah yakni barat, utara, timur, dan selatan. Tujuannya uiituk menghilangkan jin. kemudian dikenal dengan tradisi Baritan. Tradisi ini inilah digelar warga Wringinrejo setiap bulan Syuro.
Setelah sampai di tempat acara, Mbah Ikrom mencarnbuki orang-orang yang cidak sadatkan diri itu dengan surbannya sambil berkara, “Kurang ajar, kurangajar jin.”Tak lama kemudian persyararan agar diberi pesangon kerbau yang dibiri atau dikhitani.
Mbah Kyai Ikrom pun menuruti persyaratan tersebut. Beliau segera mencari kerbau untuk dibunuh dan untuk syukuran desa.Kepercayaan tidak membunyikan gong ini pun akhirnya dipegang turun menurun. Pernah suatu kali ada warga yang
melanggar dengan mengadakan hiburan rnembunyikan gong. Setelah selcsai hajatan tersebut, seluruh keluarga tersebut terkena musibah. Tuan rumah mengalami sebuah penyakit yang cukup. serius dan sulit untuk disembuhkan. Penyakitnya baru sembuh setelah berziarah ke makam Mbah Ikrom.
Filed under: Banyuwangi | Tagged: banyuwangi, desa, Kecamatan, mbah | Leave a comment »