Mencicipi Pecel Pitik Lemancur Khas Banyuwangi

PECEL PITIK PETETENG / PECEL PITIK LEMANCUR

Pecel pitik peteteng / Pecel pitik lemancur arti harafiah dalam bahasa Indonesia adalah pecel ayam kampung muda, istilah ayam kampung muda ini adalah ayam yang umurnya menginjak usia bertelur,

Bila kita memasuki wilayah banyuwangi tengah daerah rogojampi kea rah barat di kecamatan singojuruh dan songgon coba sesekali anda mengikuti acara “Selametan ngerem duo” selametan ngirim duo ini adalah tradisi ritual ke agamaan yang di lakukan oleh sebagian warga setempat yaitu dengan mengundang tetangga tetangga sekitarnya untuk berkumpul dan mendo’akan salah satu anggota keluarga yang sudah meninggal dunia.

Nah biasanya dalam acara seperti ini menu yang di sajikan adalah “ Pecel pitik peteteng / pecel pitik lemancur “

Warisan kuliner yang satu ini sungguh memiliki tehnik masak leluhur banyuwangi yang sangat tinggi yang tidak kalah dengan tehnik masak modern, terbukti dengan pemilihan bahan dasarnya yaitu sengaja menggunakan ayam yang masih muda (peteteng / lemancur) karena bila di masak dagingnya lebih lunak dan rasanya lebih gurih. Dan juga caranya yang cerdas dengan mengkombinasikan parutan kelapa muda (yang manis gurih) dan bumbu kacang dengan ayam muda yg di panggang di bara api dari tungku, (istilah banyuwanginya BENGAHAN) sehingga Kelezatan menu ini sungguh luar biasa tak ayal pada saat kita menikmatinya dengan nasi, pasti tak akan terasa kalau kita sudah menghabiskan beberapa piring nasi.

Berikut salah satu contoh resep Pecel pitik peteteng.

PECEL PITIK PETETENG / PECEL PITIK LEMANCUR

Bahan :

Ayam kampung muda 1 ekor di bersihkan isi perutnya dan bulu – bulunya dengan di rendam lebih dulu ke dalam air mendidih selama kurang lebih 5 menit.sehingga mempermudah bulunya untuk di cabut. Dan kulit arinya untuk di kupas.

Kelapa muda parut 300 gr

Bumbu kacang

Kacang tanah goring 150 gr

Cabe rawit 5 pcs

Bawang merah kupas 6 siung

Bawang putih kupas 3 siung

Cabai merah 2 pcs

Gula merah 1 senduk the

Garam dan merica secukupnya

Asam kandis ½ senduk teh

Kencur kupas dan di iris tipis ½ senduk teh

Berikut beberapa bahan yang di gunakan

Cara membuat pecel pitik peteteng:

Ayam yang sudah di bersihkan di belah bagian dadanya

kemudian di lumuri dengan garam dan merica secukupnya kemudian tusuk melebar dengan bambu / tusukan besi,

setelah itu di panggang di atas bara api dari tungku (atau Bengahan) hingga matang dan berwarna kecoklatan

Dengan menggunakan cobek batu Semua bahan bumbu kacang di ulek halus di beri sedikit air biar halus dan agak encer, masukkan kelapa muda parut dan di aduk rata

Suir – suir ayam yan sudah di panggang dengan suiran yang agak besar2, setelah itu masukan ke dalam pecel kelapa aduk rata dan pecel pitik peteteng siap di hidangkan

Inilah contoh presentasi dari pecel pitik peteteng

”Majalah Food n Resto”

Mencicipi Durian Merah Di Banyuwangi

Dari seluruh jenis durian yang hidup di Banyuwangi, durian merah paling jadi unggulan. Merujuk pada namanya, durian merah berarti dagingnya berwarna merah. Menurut Pengamat Holtikultura, Eko Mulyanto, durian jenis ini juga ditemukan di pedalaman Kalimantan. Namun rasa durian merah di Banyuwangi lebih manis dan legit.

Secara fisik, biji durian merah kecil tapi dagingnya tebal dan lembut. Harganya lebih mahal dibanding durian yang dagingnya berwarna kuning atau putih. Untuk durian merah kecil seberat 1 kilogram, harganya Rp 25 ribu. Paling besar dengan berat 2 kilo lebih, bias mencapai Rp 50 ribu.

Durian merah lebih mahal karena tanamannya tergolong langka.Hanya ada dua pohon yang tumbuh di Banyuwangi. Satu pohon dimiliki Sulaimi, warga Desa Balak, Kecamatan Songgon. Sementara lainnya tumbuh di halaman rumah Serad, warga Desa Kemiren, Kecamatan Glagah.

Kedua pohon durian itu dipercaya berusia ratusan tahun. Sulaimi (75), menuturkan, pohon durian merahnya justru lebih unik. Dari dalam tanah, katanya, muncul dua pohon yang mirip percabangan. Satunya berwarna merah, lainnya berwarna putih. “Karena itu saya namain durian merdeka,” tuturnya sambil tertawa.

Dalam satu pohon, kata dia, bisa menghasilkan sedikitnya 150 buah durian merah. Setiap kali panen, durian selalu menjadi buruan. Menurut Sulaimi, masyarakat meyakini durian merah berkhasiat untuk menambah vitalitas lelaki. “Supaya stamina tetap fit,” ujar kakek yang sudah turun temurun berjualan durian ini

sumber:http://www.jurnalbesuki.com/

Semua orang pasti mengenal buah durian. Tapi, kalau durian berwarna merah pasti belum banyak yang mengetahui. Bahkan, mungkin, sulit mempercayainya.

Durian berwarna merah bukan isapan jempol. Buah itu benar-benar ada, tepatnya tumbuh di Desa Kemiren Banyuwangi, Jawa Timur. Bahkan begitu sohornya, salah satu gang di desa itu dinamakan Gang Duren Abang alias Gang Durian Merah.

Adalah Serad, warga Desa Kemiren, yang mempunyai satu-satunya pohon durian berbuah merah. Tak heran bila musim durian tiba rumah Serad tak pernah sepi pengunjung. Apalagi durian merah sudah menjadi buah primadona warga.

Menurut Serad, durian merah lebih manis dan gurih dibanding buah sejenis umumnya. Bahkan, tambah dia, durian merah dipercaya bisa meningkatkan vitalitas kaum pria.

Begitu terkenalnya, peminat durian merah banyak yang datang dari luar Banyuwangi. Pantas saja Sirad hanya menyuguhkan sebuah durian merah untuk dimakan bersama. Alasannya agar semua pengunjung bisa menikmati durian merah. Jadi jangan harap bisa membawanya pulang. Biasanya pengunjung hanya membawa pulang biji durian untuk dijadikan benih. Anda ingin mencoba?

sumber:http://berita.liputan6.com

Mencicipi Sego SANTET dan Sego PELET Di Dapur Using Banyuwangi

Rabu,20 Juni 2012

Salam Persahabatan…

Bagaimana Kabarnya Sahabat Mas Say Laros?

TEMPO.CO Banyuwangi – Dari namanya, dua makanan ini mengundang tanda tanya: sego santet dan sego pelet. Nama unik makanan ini akhirnya berhasil membuat saya penasaran untuk ikut mencicipinya ketika mengunjungi Dapur Oesing, sentra kuliner di Jalan Ahmad Yani, Kabupaten Banyuwangi.

Di benak tiap orang, santet pasti menjadi sesuatu yang menakutkan. Apalagi santet selama ini kerap menjadi julukan Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, setelah tragedi pembunuhan dukun santet 1998 silam.

Dua makanan itu berada di gerai 31. Pemiliknya adalah wanita setengah baya bernama Pamorsih Tuhu Mitayani, 34 tahun. Saya langsung memesan dua menu itu sekaligus sebagai santapan makan siang, Selasa, 5 Juni 2012.

Rasa penasaran akan “santet” dan “pelet” akhirnya buyar ketika Bu Pamor mengantarkan makanan itu di meja saya. Sego santet artinya nasi dengan ayam goreng pedas, sambal tiga warna, lalapan daun singkong serta kerupuk nasi. Sedangkan sego pelet hidangannya hampir sejenis. Hanya, memakai olahan ayam bakar berkuah santan dan satu jenis sambal.

Rasa penasaran berikutnya tentu saja adalah rasa. Secara bergiliran saya mencoba makanan itu satu per satu. Sego santet punya rasa gurih, tapi pedas ayamnya membakar di lidah. Selain karena bumbunya, pedas berasal dari sambal tiga warna. Tiga jenis sambal itu adalah sambal hitam yang terbuat dari keluwak, sambal tomat terasi serta sambal dari cabai hijau.

Menurut Bu Pamor, pedas ayam santet karena memakai setengah kilogram cabai rawit merah dalam satu resep. “Makanan ini khusus bagi penyuka rasa pedas,” dia bertutur. Sedangkan ayam pelet rasanya tidak terlalu pedas karena cabai rawitnya hanya seperempat kilo. Namun kuahnya cukup gurih dan menyegarkan.

Baik ayam santet maupun pelet sama-sama menggunakan ayam kampung. Namun dagingnya tetap empuk di lidah. Hal itu, menurut Pamorsih, karena ayam terlebih dahulu harus dipanaskan di atas api yang nyalanya kecil selama tiga jam. “Setelah itu ayam digoreng atau dibakar,” kata dia.

Menurut perempuan yang membuka usaha catering ini menu tersebut merupakan kreasinya sendiri karena olahan ayam masih cukup diminati di Banyuwangi. Nama santet dan pelet pun dipilih karena tak lepas dari filosofinya di masyarakat.

Menurut dia, ada anggapan yang salah tentang santet Banyuwangi. Santet dan pelet sebenarnya tidak berbahaya, melainkan membantu suami-istri yang ingin rujuk atau membuat hati seseorang lebih menyenangi pasangannya. Dan, kebanyakan mereka yang memakai santet akan ketagihan dan datang lagi. “Saya berharap mereka yang mencicipi masakan saya mau datang beli lagi, ha… ha… ha…,” katanya sambil terbahak.

Triknya memang jitu. Meski baru buka tiga bulan, pembeli nasi santet dan pelet tak pernah sepi. Rata-rata setiap hari Pamorsih harus memasak 12 kilogram ayam. Kedua menu itu pun dibanderol Rp 13 ribu per porsi, harga yang ramah di kantong.

Nama makanan memang jadi salah satu daya tarik bagi pembeli. Namun rasa tetap jadi patokan nomor satu. Bila nama menarik, dan rasanya nikmat, dijamin pembeli akan terus berdatangan.

IKA NINGTYAS

Penemuan Terowongan Misterius di Banyuwangi

Selasa,19 Juni 2012

Salam Persahabatan…

Bagaimana Kabarnya Sahabat Mas Say Laros?

Banyuwangi – Sebuah terowongan misterius ditemukan terpendam di areal persawahan, Dusun Pasinan Desa/Kecamatan Singojuruh. Kabar penemuan itu memancing rasa penasaran warga untuk mendatangi lokasi. Hingga berita ini, ditulis warga silih berganti memadati lokasi penemuan.

Belum diketahui secara pasti asal usul terowongan menyerupai goa tersebut. Sejumlah sejahrawan Banyuwangi dari Yayasan Sejarah Blambangan, melakukan penelitian awal. Terowongan itu terpendam dua meter di dalam tanah dan ditemukan oleh Suparman, pemilik sawah.
Suparman secara tak sengaja mengetahui ada lubang memanjang saat membuat sumur. Para sejahrawan Banyuwangi, yang ikut meneliti mengatakan, pintu masuk terowongan diketahui berdiameter 90 centimeter dan memanjang mencapai 16 meter di dalam tanah.
Semakin ke dalam, ruang terowongan semakin melebar dengan tinggi hampir satu meter. Dinding terowongan adalah tanah cadas berwarna kemerahan.
”Diujung goa saya bisa duduk, tapi masuknya kita harus merangkak,” ungkap Agus Mursyidi, sejarahwan Banyuwangi, pada wartawan, Selasa (19/6/2012).
Lebih lanjut dia menjelaskan, di langit-langit goa banyak stalagtit yang panjangnya bervariasi. Antara 10 hingga 30 centimeter. Diperkirakan terowongan tersebut berusia 300 tahun. Itu jika dihitung dari panjang stalagtit itu, yang tiap 1 centimeter stalagtit berusia 10 tahun. Sayangnya staglagtit banyak yang rusak akibat tersenggol warga yang masuk.

“Setiap 1 centimeter stalagtit berusia 10 tahun,” lanjut Agus, yang juga dosen sejarah di Universitas PGRI Banyuwangi ini.

Kemungkinan terowongan itu dulunya adalah saluran irigasi di abad ke-18. Kemungkinan lainnya, adalah benteng pertahanan di masa peperangan melawan kolonial VOC/Belanda tahun 1771. Meski begitu masih perlu dibutuhkan penelitian lebih lanjut dari ahli arkeologi dan geologi. Untuk itu, temuan terowongan misterius tersebut akan dilaporkan ke pihak terkait.

“Tim akan melaporkan temuan ini kepada Balai Kepurbakalaan di Bandung” timpal Ketua Yayasan Sejarah Blambangan, Suhailik, pada wartawan di lokasi.

(bdh/bdh)

http://surabaya.detik.com

Beasiswa Kuliah S-1 PT Indo Multi Niaga Khusus Putra-Putri Pesanggaran Banyuwangi

Rabu,13 Juni 2012

Salam Persahabatan…

Bagaimana Kabarnya Sahabat Mas Say Laros?

Sebagai wujud kepedulian PT Indo Multi Niaga (IMN) kepada putra-putri desa pesanggaran banyuwangi maka kali ini PT IMN Memberikan beasiswa kuliah S-1 bagi putra-putri pesanggaran yang berprestasi dan berasal dari keluarga yang  kurang mampu secara ekonomi.

BEASISWA S-1 PT INDO MULTI NIAGA 2012

KHUSUS PUTRA-PUTRI PESANGGARAN BANYUWANGI

‘’4 TAHUN BEBAS BIAYA KULIAH DAN BIAYA HIDUP’’

      Persyaratan :

  1. Calon Penerima beasiswa adalah penduduk yang berdomisili diwilayah pesanggaran yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP)
  2. Menyerahkan Kartu Keluarga (KK) Disertai dengan surat keterangan domisili dari kepala desa setempat
  3. Calon penerima beasiswa adalah mereka yang memiliki prestasi akademik yang baik
  4. Calon penerima beasiswa berasal dari keluarga yang secara ekonomi kurang mampu dengan dibuktikan keterangan dari kepala desa
  5. Tidak terikat dengan program beasiswa lain dari pihak manapun
  6. Apabila penerima beasiswa belum lulus dalam waktu 4 tahun maka biaya kuliah tahun berikutnya sampai dengan lulus menjadi tanggung jawab keluarga yang bersangkutan
  7. Apabila penerima beasiswa putus kuliah dan tidak lulus oleh karena ketidakdisiplinan,Yang bersangkutan wajib mengembalikan seluruh uang beasiswa yang pernah diterimanya kepada perusahaan

Prosedur Aplikasi :

  1. Calon peserta harus mengisi formulir pendaftaran (Form Aplication bias di peroleh dikantor Community Relations and Development PT Indo Multi Niaga atau seluruh kantor kepala desa dikecamatan pesanggaran).
  2. Formulir Pendaftaran yang telah diisi dan seluruh dokumen yang dipersyaratkan harus dikirim ke Commite Beasiswa PT Indo Multi Niaga Paling lambat tanggal 16 juli 2012

Penerima beasiswa diseleksi berdasarkan pertimbangan berikut :

  1. Surat pemberitahuan diterima diperguruan tinggi
  2. Tingkat kemampuan ekonomi keluarga calon penerima beasiswa
  3.  Ranking Jurusan dan Reputasi Perguruan Tinggi
  4. Faktor lainnya yang dianggap relevan oleh komite beasiswa
  5. Pertimbangan diatas kemudian diformulasikan melalui system scoring atau pembobotan yang akan dijelaskan pada bagian lain dari prosedur ini

Kriteria Khusus :

  1. Sudah diterima di sebuah perguruan tinggi negeri yang terakreditasi pada tingkat S-1 Diwilayah jawa dan bali
  2. Penerima beasiswa harus dalam kondisi sehat yang dinyatakan berdasarkan test kesehatan dari rumah sakit

Jadwal Kegiatan :

  1. Pengambilan formulir atau berkas aplikasi ke-1 (17 Mei – 17 Juni 2012)
  2. Pengambilan formulir atau berkas aplikasi ke-2 (7 Juli – 16 Juli 2012 )
  3. Seleksi penerimaan (17 Juli –  26 Juli 2012)
  4. Pengumuman peserta yang lolos seleksi (28 Juli 2012 )
  5. Penandatanganan surat perjanjian (1 agustus 2012)

Alamat Pengiriman Berkas Aplikasi :

  • Community Relation and Development PT Indo Multi Niaga Pulau Merah Sumberagung Pesanggaran Banyuwangi Jawa timur
  • Telepon / Fax : (0333) 710368 – 710396

Informasi Lebih Lanjut :

  1. Sutarto (081333854234)
  2. Makinuddin (081249967473)

 


 

 

 

Gandrung,Nasibmu Kini

Oleh :http://brianhand93.blogspot.com

(Pendekatan Manusia dan Tanggung Jawab) 

Gandrung, sebuah nama tarian daerah khas Banyuwangi yang kini telah hampir hilang, ditelan budaya-budaya asing yang telah menulari generasi-generasi muda saat ini. Sehingga, generasi-generasi muda saat ini menjadi kurang menyukai budaya asli Indonesia, warisan nenek moyang jaman dahulu. Sesuatu hal yang ironis, mengingat bahwa Indonesia adalah Bangsa yang memiliki warisan Budaya yang sangat banyak, yang bahkan negara Tetangga pun mengklaim Budaya kita sebagai budaya negara mereka.
Sebagai informasi dasar, Gandrung adalah tarian khas dari Banyuwangi, yang merupakan tarian penghibur dalam acara pesta, seperti hajatan, pesta pernikahan, dan sebagainya yang biasanya si Empunya Acara me”nanggap” (menyewa) jasa penari Gandrung untuk menghibur para tamu di dalam acara tersebut. Kegiatan “nanggap” tari Gandrung ini cukupexist pada masanya. Namun, seiring perkembangan Zaman, minat masyarakat akan tarian Gandrung menjadi sedikit, atau bahkan hilang sama sekali. Hal inilah yang membuat saya ingin mengangkat hal ini ke dalam tulisan di dalam Blog saya.
Pada tulisan saya ini, saya akan membahas tentang tarian Gandrung yang saya lihat dari video ini. hal pertama yang ingin saya tekankan adalah dalam hal Pendekatan Manusia dan Tanggung Jawab. Tanggung Jawab yang saya maksudkan adalah Tanggung Jawab pemerintah, Menteri Kebudayaan dan juga termasuk Masyarakat untuk melestarikan atau paling tidak mengenalkan budaya tari Gandrung kepada generasi muda saat ini. Tujuannya tidak lain adalah agar generasi-generasi muda Indonesia mengenal salah satu budaya warisan Indonesia yang satu ini, agar tidak hilang ditelan perkembangan Zaman yang sangat pesat kemajuannya.
Di dalam video yang saya saksikan ini, seorang pemilik sekaligus pengajar tari Gandrung menjelaskan bahwa ia berusaha untuk melestarikan tarian Gandrung melalui sanggar tari yang dimilikinya. Ini merupakan sesuatu hal yang sangat bagus dalam rangka melestarikan budaya asli Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa sang pemilik sanggar memiliki Tanggung Jawab dalam upaya mengenalkan kembali budaya tari Gandrung kepada generasi-generasi muda saat ini.
Disamping itu, nampaknya pemerintah daerah juga telah tergerak untuk melakukan suatu gerakan pelestarian tari Gandrung dengan memasukkan mata pelajaran tari Gandrung di SMK-SMK setempat. Suatu jalan yang cukup bagus, karena dengan demikian akan memacu siswa untuk mengenal dan mempelajari secara lebih lanjut tentang budaya tari Gandrung. Terlihat bahwa pemerintah Daerah juga merasa Bertanggung Jawab dalam hal pelestarian budaya tarian Ganrung, budaya asli dari Banyuwangi.
Sebagai penutup tulisan ini, Saya beranggapan bahwa kita, bangsa negara Indonesia yang dianugerahi banyak sumber daya alam melimpah dan warisan budaya yang amat sangat kaya, sudah sepantasnya generasi-generasi muda untuk melakukan suatu aksi dalam hal pelestarian adat budaya asli Indonesia. Sudah banyak kasus-kasus dimana budaya asli Indonesia yang diklaim oleh negara tetangga. Jangan hanya berkoar-koar saat budaya kita diklaim oleh negara tetangga, namun justru kita bertindak sebelum diklaim, sudah kita lestarikan, dan kita jaga karena bagaimanapun juga, itu adalah budaya kita, Bangsa Indonesia.

Kemiren,Desa Konservasi Budaya yang Eksotik di Banyuwangi

Oleh Farida Indriastuti

Coba jalan-jalan ke Banyuwangi, Jawa Timur, saat libur tiba. Tak perlu jauh-jauh. Selain ongkos murah, ada “keajaiban” yang tak terduga. Kunjunginya desa konservasi budaya suku Using bernama Kemiren. Lima kilometer arah barat kota Banyuwangi. Desa Kemiren telah ada sejak zaman kolonial VOC pada 1830-an. Desa kecil  dibelah jalan beraspal menuju pegunungan Ijen, dibatasi dua sungai Sobo dan Gulung, dihimpit perkebunan kopi, vanila, cengkeh dan karet, warisan kolonial VOC pada abad ke 17.
Desa Kemiren luasnya tak lebih 105.771 m2 ini, kental dengan tradisi dan kebudayaan. Kemiren menjadi pusat konservasi budaya suku Using—sebab kesenian yang beragam, lahan pertanian sangat subur dan tradisi yang terjaga. Desa ini menjadi incaran bagi peneliti-peneliti asing dari beragam ranah ilmu. Intelektual asing  yang singgah; Joh Scholte, Robert Wessing, Theodore Pigeaud, Anderson, Paul A. Wolber, Bernard Arps, Philip Yampolsky dan lain-lainnya. Tak heran, banyak gelar akademik; Sarjana, Master hingga Doktor, telah lahir dari desa kecil ini. Surga dunia bagi para ilmuwan!
Suhu udaranya berkisar 22 – 26 derajat celsius, di ketinggian 144 meter di atas permukaan laut. Iklim sangat sejuk. Di hari tertentu, suguhan pesta rakyat, ritual dan upacara adat, juga beragam kesenian tradisi dipertontonkan, seperti pentas gandrung terop, endhok-endhokan, janger, jaran kincak, mocoan lontar, angklung, kuntulan, barongan, kebo-keboan, sang hyang, seblang dan lainnya. Warga berdialek Using dalam keseharian, serta turut menjaga tradisi warisan leluhurnya.
Dalam literatur Belanda, Pigeaud (Scholte, 1972), menuliskan, orang-orang dari suku Using merupakan penduduk asli Banyuwangi. Konon, sisa laskar perang Blambangan (Banyuwangi) yang menyingkir ke hutan-hutan– akibat Perang Puputan Bayu di masa kolonial VOC. Puncaknya terjadi pada 18 Desember 1771, dan Belanda sendiri menyebut sebagai ”Minggu Kehancuran” dalam bahasa Belandanya ”De dramatische vernietiging van het Compagniesleger”.
Bagaimana tidak,  demi memperebutkan Blambangan, VOC telah menghabiskan delapan ton emas dan tak terhitung banyaknya tentara Eropa (Belanda) yang tewas. Bahkan sepuluh tahun setelahnya, orang-orang Using harus menghadapi gempuran dari kerajaan-kerajaan  tetangga;  Mataram, Majapahit, tentara bayaran Madura, Bali, Mandar dan Bugis. Kini, orang-orang Using terhimpit di antara kebudayaan besar; Jawa, Madura, Bali, Cina, Mandar dan Bugis.
Di desa Kemiren, Anda bisa menginap di rumah-rumah warga desa. Semisal, rumah Haji Sokib. Saudagar dan pedagang sapi yang cukup terpandang. Hewan ternaknya lebih 20 ekor, dan memiliki berhektar sawah-ladang. Rumahnya kokoh dan bertegel rapi. Beruntung, menyewa rumah Pak Haji yang memiliki fasilitas kamar mandi dan kakus. Penduduk desa lebih suka mandi-kakus di sungai dan menggunakan sumber air untuk segala macam urusan. “Lebih enak tak perlu repot!” kilah warga.
Kabut selalu menyelimuti desa-desa di pagi hari. Dinginnya terasa menusuk tulang. Di sepanjang jalan, orang-orang berlalu-lalang menuju sawah dan ladang garapan. Sarapan pagi, cukup sayur urap daun genjer atau sayur buah klentang. Sangat nikmat dengan nasi hangat yang dikukus.
Di ujung desa Kemiren, tersua panggung gandrung terop lengkap dengan panjak dan niyaga. Tata panggungnya sederhana. Pencahayaan seadanya. Dari belakang muncul penari gandrung melenggok, mengibaskan sampur, dan menggoyang pinggulnya yang sintal diiringi gandrung-gandrung muda. Lirik lagu gandrung menggambarkan perlawanan terhadap penguasa VOC di masa silam, syair puitiknya sarat dengan bahasa sandi.

Acara Jemur Kasur ala Tradisi Suku Using

Liputan6.com, Banyuwangi: Indonesia amat kaya dengan tradisi dan budaya. Setiap memasuki bulan haji atau Djulhijah dalam penanggalan Jawa, warga Suku Using di Kemiren, Banyuwangi, Jawa Timur mempunyai tradisi menjemur kasur secara massal.

Keunikan lainnya adalah warna kasur hitam dan merah. Tradisi ini dimaksudkan untuk menghormati datangnya bulan haji yang dianggap baik untuk memulai bahtera rumah tangga untuk warga.

Sepanjang jalan desa terlihat ratusan kasur dijemur secara massal. Sementara musik angklung khas Banyuwangi dibunyikan dari atas gubuk setinggi sepuluh meter. Bunyi angklung ini merupakan tanda sedang berlangsung tradisi jemur kasur.

Menurut tokoh adat setempat, Purwadi warna kasur hitam dan merah yang disebut gembil itu mengandung makna kelanggengan dalam kehidupan berumah tangga. Warna merah itu sendiri berarti berani.

Menurut kepercayaan warga Suku Using, bulan haji sangat baik untuk memulai bahtera rumah tangga. Sementara berkaitan dengan kasur yang telah dijemur dan bersih itu sangat enak dipakai, termasuk oleh mereka para pengantin baru. (Vin)

Sebutan Nama dalam Silsilah Keluarga Suku Osing Banyuwangi

  • Sedulor                                 :  sedulur tunggal bapak, emak
  • Misanan                                :  sedulur tunggal embah
  • Mindhoan                             :  sedulur tunggal boyot
  • Keponakan                           :  anake dulur tuwek/ enom
  • Putu                                      :  anake anak
  • Putu ponakan                        :  anake ponakan
  • Bebek                                  :  adi’e bapak utowo emak
  • pak Leik                               :  adi’e bapak utowo emak
  • Uwa’   adon                         :  kakange bapak utawa ema’ (lanang)
  • Uwa’ anang                          :  mbakyube  bapak utawa ibu (wadon)
  • Besan                                   :  wong tuweke (pabak/ ibune) mantu
  • Maratuwa                             :  wong tuweke (pabak ibune) rabi/laki
  • Anak mantu                          :  rabi/lakine anak
  • Putu Mantu                           :  rabi/lakine mantu
  • Ipe’                                      :  sadulure’ rabi/laki
  • Pripe’an                                :  ipe’ne dulur
  • Bapak kuwalon                     :  bapak sambungan (seng  bapakek  dewek)
  • Emak kuwalon                      :  emak sambungan (seng wmak dewek)
  • Anak kuwalon                       :  anak gawane’ laki/rabi

Macam-Macam Puisi Lisan Osing Banyuwangi

Wangsalan Osing :

adalah ragam puisi lisan osing berupa ungkapan atau pernyataan tidak langsung dengan cara memanfaatkan persamaan bunyi akhir atau sebagian bunyi jawaban atas frase yang disampaikan sebelumnya. Dengan kata lain, Wangsalan Osing adalah teka-teki yang memiliki jawaban secara tersamar pada ungkapan …yang telah disampaikan dengan ciri-ciri memiliki persamaan bunyi.

Contoh :

Wangsalan Osing yang berbunyi GELEPUNG SAWI ( memiliki makna denotatif tepung KANJI ) diasosiasikan ” JANJI “.

BELIMBING BUMI ( memiliki makna denotatif WESAH ) diasosiasikan ” SUSAH “.

NGELAWANG BANYU ( memiliki makna denotatif DAM ) diasosiasikan ” NGIDAM “. Contoh kalimat : ” Hing ono usumé poh nguwoh kok riko golet poh iku, opo rabin riko ngelawang banyu ? .”

Basanan Osing :

adalah ragam puisi lisan osing yang di dalamnya mengandung unsur SAMPIRAN dan ISI.
SAMPIRAN adalah semacam ungkapan pengantar dengan menggunakan kata atau frase yang memiliki kemiripan bunyi akhir dengan isi basanan.
Sementara itu, ISI adalah pesan atau arti yang disampaikan dalam basanan.
Secara garis besar basanan osing dapat dipilah menjadi dua,yakni BASANAN DUA LARIK dan BASANAN EMPAT LARIK.

Contoh :

BASANAN OSING DUA LARIK : ” Kêmbang jarak kêmbang waru / Mbêngi barak raino biru.”

Larik pertama adalah SAMPIRAN yang hanya mementingkan bunyi -RAK pada kata “Jarak” ( Paralel dengan kata “Barak” ) dan -RU pada kata “Waru” ( Par…alel dengan kata “Biru” )
Sedangkan larik kedua adalah ISI dari basanan tersebut yang memiliki arti ” Kalau malam nampak cerah, namun kalau siang hari namapak kusam ”

BASANAN OSING EMPAT LARIK : ” Kêlambi cêmêng sêrual cêmêng / Dikumbah moso lunturo / Emak sing dhêmên bapak sing dhêmên / Dicêgah moso wurungo.”

Larik pertama dan kedua adalah SAMPIRAN, sedangkan larik ketiga dan keempat adalah ISI dari basanan tersebut yang memiliki arti ” Walaupun ibu dan bapak tak menyetujui hubungan kita, tak akan mengurungkan niatku untuk meneruskan hubungan kita ini ”

Batêkan / Byatakan : 

adalah merupakan ragam puisi lisan osing yang berupa teka-teki.
Batêkan berbeda dengan wangsalan. Wangsalan merupakan bentuk pertanyaan tidak langsung (teka-teki) yang unsur jawabannya telah termuat secara implisit dalam bentuk persamaan bunyi dengan jawaban denotatif dari pertanyaan yang bersangkutan.
Semantara itu, batêkan merupakan teka-teki yang bersifat murni karena jawabannya harus dicari atau dicocokan dengan fenomena atau kejadian sehari-hari. Meskipun demikian, batêkan seringkali menjengkelkan karena teka-teki tersebut cenderung menggiring seseorang untuk berpikir serius ( menguras logika ), sedangkan jawabannya bersifat sederhana atau remeh.

Contoh batêkan :

” Ditêkêk mloncor ? ” Jawabannya ” Kêndi ”

” Kadung ditutup ono,kadung dibukak sing ono ? ” Jawabannya

” Pangklang sêpur ”

MANTRA : 

adalah juga merupakan ragam puisi lisan Osing yang berbentuk puisi bebas dan berpotensi memiliki kekuatan gaib. Mantra tidak memiliki bait. Banyak kajian tentang puisi lisan osing yang tidak menyentuh mantra sebagai objek karena ada kesan yang mengandaikan bahwa mantra bukan merupakan puisi.
Mantra yang notabene merupakan do’a kesukuan adalah salah satu ekspresi kelisanan yang dari struktur tekstualnya dikategorikan sebagai puisi lisan.
Mantra Osing merupakan satu-satunya jenis puisi lisan osing yang sarat dengan unsur sakralitas. Dengan dominannya unsur sakralitas tersebut, menimbulkan citra bahwa mantra identik dengan dukun. Padahal kenyataannya tidak selalu demikian. Sebab, dalam masyarakat using, orang yang memiliki mantra tidak hanya dukun, tetapi juga orang-orang biasa atau orang-orang yang tidak berprofesi sebagai dukun.
Secara garis besar, mantra Osing dapat dipilah menjadi tiga jenis, yaitu mantra untuk penyembuhan ( Tombo ) , mantra untuk pengasihan ( Santèt ) , dan mantra untuk pembunuhan ( Sihir ). Mantra penyembuhan ( Tombo ) mengandung magi putih, mantara Santèt mengandung magi kuning dan merah, sedangkan mantra Sihir mengandung magi hitam.

http://www.lareosing.org