Paglak, Kiling dan Budaya Agraris Suku Using Banyuwangi

Paglak dan Kiling yang digunakan di Ritual Seblang

Budaya agraris merupakan jati diri bangsa ini, sebuah takdir yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta untuk Indonesia. Kondisi alam yang subur dengan iklim tropis yang bersahabat menjadikan budaya agraris sebagai sebuah reaksi masyarakat terhadap alam lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Keanekaragaman hayati yang dimiliki bangsa ini juga menjadikan sebuah nikmat yang dikaruniakan oleh Sang Khaliq kepada insan negeri ini. Maka tak heran jika negara kepulauan dengan bentang alam yang penuh nikmat ini dikenal sebagai negara agraris. Sebagai sebuah reaksi terhadap alam, masayarakat dengan budaya agraris menjadikan rutinitas kehidupan bertani sebagai inti atau pusat yang mewarnai kehidupannya yaitu bercocok tanam. Budaya masyarakat agraris mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya, mental fact seperti sistem sosial, kepercayaan, hingga yang bersifat fisik arti fact salah satunya arsitektur.

Paglak di desa Kemiren

Seperti yang terlihat pada kehidupan masyarakat kita, salah satunya masyarakat suku Using di Banyuwangi. Masyarakat Using dikenal sebagai masyarakat agraris yang hingga kini masih menampakkan tradisi masa lalunya, walaupun hanya sebagian kecil masyarakatnya yang masih memegang teguh.Paglak dan Kiling merupakan salah satu warisan tradisi arsitektur agraris yang berkembang di kalangan masyarakat Using dalam melengkapi aktivitas bertani. Paglak merupakan sebuah gubuk sederhana dengan ketinggian 2 meter hingga 6 meter, terbuat dari bambu dengan atap daun kelapa yang dikepang atau dalam bentuk welitan. Paglak biasa didirikan oleh petani suku Using di tengah sawah diantara pematang sawah, fungsi utama paglak sebagai tempat istirahat petani dan juga sebagai sarana untuk mengawasi tanaman padi dari gangguan burung.Paglak yang memilki ketinggian lebih dari 2 meter itulah memudahkan para petani mengawasi burung-burung pemakan padi. Biasanya pemilik paglakmenambahkan angklung sebagai sarana penghibur sambil mengawasi padinya, sehingga disebut angklung paglak. Angklung paglak ini yang menjadi cikal bakal perkembangan kesenian angklung di Banyuwangi.

Kiling

Selain Paglak petani Using juga biasa mendirikan kiling di tengah, diantara pematang sawah atau didirikan diatas pohon sehingga mendapatkan angin lebih banyak. Kiling adalah sebutan kincir angin dalam bahasa Using. Kiling juga menjadi ciri khas wilayah teritori masyrakat agraris Using, Ketinggian killing sekitar 4 meter hingga 10 meter yang terbuat dari bambu, kayu dan atau pohon pinang. Untuk membuat killing menjadi lebih tinggi, biasanya petani memanfaatkan pohon pinang sebagai tiang utamnya, sedangkan untuk ketinggian sedang memafaatkan bambu, kincir utamanya juga terbuat dari bambu. Ciri khas Kiling adalah bambu yang dihiasi oleh serabut-serabut ijuk atau alang-alang yang menjadi hiasan kilingKiling berfungsi untuk mengusir burung yang mengganggu padi akibat bunyi kincir yang tertiup angin.
Kiling dan paglak adalah salah satu ekpresi arsitektural masyarakat agraris Using dalam merespon kondisi lingkungan alam sekitanya. Memanfaatkan material alam disekitar tanpa merusak dan mengekspansi alam tetapi menjadikan alam lingkungan sebagai satu kesatuan harmoni kehidupan, dalam bingkai alunan musik angklung paglak dan suara kiling. Sebuah kejujuran, kepolosan dan kesederhanaan masyarakat agraris bangsa ini.

Teks by Arif Wibowo, Photo by Afiez_photographer

JANGAN LUPA DI SUBSCRIBE DAN DI FOLLOW YA GAESS Youtube : Mas Say Laros Banyuwangi Instagram : @massaylaros Facebook : Mas Say Laros Banyuwangi