Seorang Ayah Dilarang Memaksa Putranya untuk Menikah dengan Wanita yang Tidak Disenanginya

Tidak Boleh Seorang Ayah Memaksa Putranya untuk Menikah dengan Wanita yang Tidak Disenanginya

Fadhilah Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin juga ditanya:
Apa hukumnya jika seorang ayah ingin menikahkan putranya dengan wanita yang bukan shalihah? Dan apa hukumnya apabila dia tidak mau menikahkannya dengan wanita yang shalihah?
Maka beliau rahimahullah pun memberi jawaban:
Tidak boleh seoramg ayah memaksa putranya untuk menikahi wanita yang tidak disukainya, baik dikarenakan aib yang ada pada wanita tersebut berupa aib dien, tubuhnya atau akhlaknya. Betapa banyak orang-orang yang menyesal ketika memaksa anak-anaknya untuk menikah dengan wanita-wanita yang tidak disukainya. Akan tetapi, dia mengatakan: “Nikahilah dia, sebab dia itu anak saudaraku atau karena dia itu dari kabilahmu” dan alasan yang lainnya. Maka tidak mengharuskan bagi si anak untuk menerimanya dan tidak boleh bagi orang tua untuk memaksa putranya agar menikahi wanita tersebut. Demikian juga, kalau seandainya si anak ingin menikah dengan wanita yang shalihah, kemudian sang ayah menghalang-halanginya, maka hal itu tidak mengharuskan bagi si anak untuk mentaatinya, apabila si anak memang senang dengan wanita shalihah tersebut dan ayahnya mengatakan, “Kamu tidak boleh nikah dengannya!” maka boleh baginya untuk menikah dengan wanita tersebut walaupun dihalang-halangi oleh ayahnya. Sebab seorang anak tidak harus taat kepada ayahnya dalam perkara yang tidak membahayakan ayahnya, bahkan justru bermanfaat bagi ayahnya. Kalau kita katakan bahwasanya wajib bagi seorang anak menaati orang tuanya dalam segala sesuatu hingga dalam permasalahan yang di dalamnya terdapat manfaat bagi si anak dan tidak membahayakan ayahnya, niscaya akan timbul berbagai kerusakan. Akan tetapi dalam keadaan seperti ini, hendaknya seorang anak bersikap luwes terhadap ayahnya, lemah lembut dalam memahamkannya dan semampunya berusaha agar ayahnya merasa lega. [Durus wa Fatawa Al-Haram Al-Makky, jilid 3 hal. 224]
Hukum Nikah Paksa bagi Janda
Samahatusy Syaikh Muhammad bin Ibrahim ditanya tentang hukum seorang anak perempuan yang dinikahkan ayahnya tanpa ada ridha darinya, di mana ketika itu ia telah menjanda, ia telah menikah sebelumnya dengan seorang pria.
Jawaban:
Apabila kondisinya sebagaimana yang anda gambarkan maka nikahnya yang terakhir adalah tidak sah. Karena termasuk syarat-syarat pernikahan adalah adanya ridha dari kedua pasangan (suami-istri). Seorang janda tidak boleh dipaksa oleh ayahnya apabila ia telah berumur lebih dari 9 tahun (para ulama dalam hal ini pendapatnya sama). [Fatawa wa Rasail Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim jilid 10 hal. 80]
Hukum Seorang Janda yang Dipaksa Menikah oleh Ayahnya
Samahatusy Syaikh Muhammad bin Ibrahim ditanya tentang hukum seorang janda yang dipaksa ayahnya untuk menikah.
Jawaban:
Khusus pernikahan seorang wanita dengan lelaki putra pamannya, sementara ia dipaksa oleh ayahnya untuk menikah dengan lelaki itu dalam kondisi sebagai seorang janda yang baligh, sehat akalnya dan kesadarannya. Sekarang pernikahan dengan putra pamannya itu telah berjalam selama 10 tahun dalam keadaan suaminya belum pernah menggaulinya. Ia tidak pernah merasa ridha kepada lelaki itu dan sekarang keadaannya semakin buruk. Ia selalu mendesak lelaki itu untuk memutus ikatan pernikahannya.
Kami simpulkan untuk anda, di mana telah jelas di hadapan anda adanya unsur paksaan dari ayah sang wanita untuk melakukan pernikahan dengan putra pamannya. Sedangkan kondisi ketika itu ia seorang janda yang baligh dan berakal sehat, maka pernikahannya itu adalah tidak sah. Karena termasuk syarat sahnya sebuah pernikahan adalah adanya keridhaan dari calon pasangan suami-istri. Bila keduanya tidak ridha atau salah satunya tidak ridha maka pernikahannya tidak sah.
Di dalam pemaksaan seorang ayah kepada anak-anaknya yang masih di bawah umur dan kepada anak-anaknya yang terganggu akalnya (abnormal), juga kepada anak yang masih gadis (bukan janda) untuk melakukan pernikahan, maka dalam hal ini ada dua pendapat.
Sedangkan bagi janda yang telah baligh dan berakal sehat, maka tidak ada khilaf (perselisihan ulama) bahwa sang ayah tidak berhak untuk memaksamya dan ini adalah pendapat mayoritas ulama. Karena telah diriwayatkan bahwa Al-Khansa bintu Haram Al-Anshariyyah meriwayatkan bahwa ayahnya pernah memaksa ia untuk menikah sementara ia dalam keadaan menjanda. Ia menolaknya dan kemudian mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selanjutnya beliau membatalkan pernikahannya. [Fatawa wa Rasail Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim jilid 10 hal. 85-86]
Seorang Anak Perempuan Dinikahkan oleh Ayahnya ketika Masih di Bawah Umur dan ketika Dewasa Ia Merasa Tidak Ridha
Samahatusy Syaikh Muhammad bin Ibrahim ditanya tentang hukum seorang anak perempuan yang diserahkan oleh ayahnya kepada seorang lelaki untuk dinikahi, sementara usianya masih kecil, lalu sang ayah meninggal dunia.
Setelah anak perempuan itu baligh, ia menolak penyerahan dirinya yang dilakukan ayahnya dulu, dan ia merasa tidak ridha kepada lelaki (suaminya) itu yang dulu ayahnya telah menyerahkan dirinya kepadanya.
Jawaban:
Apabila keadaannya adalah sebagaimana yang disebutkan, maka tidaklah perbuatan penyerahan yang dimaksud sebagai cara menikahkan yang sah, tidak pula wanita itu dianggap sebagai istri bagi pria tersebut hanya dengan sekedar melakukan apa yang anda sebutkan itu, karena tidak lengkapnya syarat-syarat dari akad nikah yang sah. [Fatawa wa Rasail Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim jilid 10 hal. 78.
Hukum Menikahkan Seorang Perempuan Yatim tanpa Seijinnya?
Fadhilatusy Syaikh Abdurrahman As-Sa’di ditanya:
Apakah boleh menikahkan seorang anak perempuan yatim tanpa seijinnya?
Jawaban:
Seorang perempuan yatim tidak dibenarkan untuk dinikahkan oleh saudara laki-lakinya kecuali dengan persetujuannya. Dan bentuk persetujuan seorang janda adalah dengan ucapan lisan dan ijinnya, sedangkan persetujuan dari seorang gadis bisa dengan ucapan lisannya bisa pula dengan sikap diamnya sepanjang ia tidak mengucapkan kata “tidak”.
Bila ibunya, bibinya (dari jalur ibu), atau saudara perempuannya mengatakan bahwa ia ridha sebelum ia mengatakannya sendiri, maka tidak perlu ada persaksian (pernyataan) langsung atas persetujuannya. Kecuali bila dikhawatirkan bahwa saudara laki-lakinya atau walinya ingin memaksanya untuk melakukan pernikahan, maka harus ada persaksian (pernyataan) langsung atas persetujuannya. [Al-Majmu’ah Al-Kamilah li Muallafat Asy-Syaikh As-Sa’di hal. 349/7]
Menikahkan Seorang Anak Perempuan dengan Lelaki yang tidak disukainya
Fadhilatusy Syaikh Abdurrahman As-Sa’di ditanya:
Apakah boleh memaksa seorang anak perempuan untuk menikah dengan lelaki yang tidak disukainya?
Jawaban:
Tidak boleh bagi ayah perempuan itu untuk memaksa dan tidak boleh pula bagi ibunya untuk memaksa anak perempuan itu menikah, meski keduanya ridha dengam keadaan agama dari lelaki tersebut. [Al-Majmu’ah Al-Kamilah li Muallafat Asy-Syaikh As-Sa’di hal. 349/7]

JANGAN LUPA DI SUBSCRIBE DAN DI FOLLOW YA GAESS Youtube : Mas Say Laros Banyuwangi Instagram : @massaylaros Facebook : Mas Say Laros Banyuwangi